-->

Notification

×

Indeks Berita

“Perda Bukan Surat Sakti!”Penggerebekan Satpol PP Pasuruan Jadi Sorotan Nasional, Lurah Bongkar Fakta Mengejutkan.

10 Nov 2025 | November 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-10T12:23:14Z


Smashnews, Kota Pasuruan - Satu kata menggema di publik: Arogansi. Begitulah warga menyebut aksi penggerebekan kamar kos oleh Satpol PP Kota Pasuruan yang belakangan viral di media sosial. 


Tindakan yang disebut sebagai  “penertiban” itu kini berubah menjadi skandal hukum, setelah Lurah Wirogunan, Fitriyah, mengungkap fakta bahwa dirinya tidak tahu-menahu soal razia tersebut hingga semuanya terjadi.


“Kami baru dihubungi seusai penggerebekan, bersama Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Tidak ada koordinasi sebelumnya,” tegas Fitriyah saat dikonfirmasi Smash News.


Pernyataan itu sontak menampar logika Satpol PP. Bagaimana mungkin aparat pemerintah daerah bisa masuk ke wilayah administratif tanpa sepengetahuan lurah, tanpa surat perintah, tanpa dasar hukum pengadilan, lalu berdalih menegakkan perda?




“Perda Bukan Surat Sakti!”


Sekretaris Satpol PP Pasuruan, Iman Hidayat, mencoba berlindung di balik tiga perda, Perda Nomor 5 Tahun 2003, Perda Nomor 5 Tahun 2017, dan Perda Nomor 1 Tahun 2024. Tapi alasan itu justru memperburuk keadaan.


Pakar hukum menilai, perda tidak bisa dijadikan tameng untuk menembus ruang privat warga tanpa surat perintah.


Praktisi hukum Ridwan Vatarudin, S.H., menyebut tindakan itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang terang-terangan.


“Kamar kos adalah ruang privat, dilindungi undang-undang. Tanpa surat perintah, aparat tidak punya hak masuk, apalagi menggerebek. Ini bukan penegakan hukum ini pelanggaran hukum,” tegas Ridwan, Senin 10 November 2025.


Menurutnya, Satpol PP tengah bermain di wilayah berbahaya: wilayah yang bukan lagi administratif, melainkan pidana dan pelanggaran HAM.


“Kalau dibiarkan, ini preseden berbahaya. Besok bisa rumah warga, atau kamar anak kos perempuan yang digerebek seenaknya. Ini tindakan yang melanggar hukum dan moral,” tambahnya.


“Cacat Hukum, Cacat Etika, dan Cacat Pemerintahan”


Dari Yogyakarta, Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., pakar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII), menilai tindakan Satpol PP Pasuruan adalah bukti lemahnya disiplin hukum birokrasi.


“Tindakan pemerintahan harus berdasarkan asas legalitas dan koordinasi antarinstansi. Kalau aparat bertindak tanpa dasar hukum dan tanpa koordinasi, itu cacat hukum dan mencoreng Asas Umum Pemerintahan yang Baik,” ujarnya.


Lebih keras lagi, Prof. Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Unissula Semarang, menegaskan:

“Setiap tindakan pejabat publik wajib tunduk pada asas legalitas dan perlindungan hak warga. Bila aparat melangkahi itu, maka negara sedang melanggar hukum yang dibuatnya sendiri.”


Resiko Hukum: Dari PTUN hingga Penjara


Secara hukum, tindakan Satpol PP ini bukan hanya salah prosedur  tapi bisa digugat dan dipidana.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap tindakan tanpa dasar hukum dan tanpa koordinasi dapat digugat ke PTUN sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).


Dan jika terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran hak privasi, petugas Satpol PP bisa dijerat Pasal 421 KUHP dengan ancaman pidana penjara hingga dua tahun delapan bulan.


“Satpol PP jangan merasa kebal hukum. Tidak ada istilah ‘penegakan perda’ kalau caranya melanggar konstitusi. Ini sudah masuk ranah pidana,” ujar Ridwan Vatarudin menegaskan.


Warga Ketakutan, Publik Geram


Publik menilai, jika tindakan seperti ini dibiarkan, maka siapa pun bisa menjadi korban berikutnya. Tidak ada ruang aman bagi warga bahkan di kamar sendiri.


“Ketertiban tidak bisa ditegakkan dengan cara melanggar hukum. Bila aparat jadi pelanggar, wibawa negara hancur. Hari ini kos, besok bisa rumahmu,” tutup Ridwan dengan nada tajam.


Hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Kota Pasuruan bungkam. Tapi satu hal kini pasti: ketika aparat lupa batas hukum, maka rakyatlah yang menjadi korban.


Reporter: Tim

Editor: Daaee

Tanggal: 10 November 2025

Sumber: Wawancara langsung, pernyataan resmi, dan analisis pakar hukum (UII & Unissula)

×
Berita Terbaru Update