Smashnews, Pasuruan – Dugaan pelanggaran izin pengambilan air oleh PT Tirta Investama, produsen air minum dalam kemasan merek Aqua, di Desa Tenggilis, Kecamatan Gondang Wetan, Kabupaten Pasuruan, kian menguat. Sejumlah warga menilai aktivitas industri tersebut telah mempengaruhi ketersediaan air tanah di wilayah mereka.
Perusahaan yang selama ini mengklaim menggunakan “air pegunungan alami” itu diduga memanfaatkan sumur bor dalam proses produksinya. Jika benar, praktik tersebut berpotensi melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2024 tentang Izin Pengusahaan Air Tanah.
“Sejak pabrik itu makin besar, air sumur kami terus menurun. Dulu cukup 6 meter, sekarang sampai 10 meter baru keluar airnya,” kata warga Dusun Tenggilis yang tak mau disebut namanya, Selasa, 4 November 2025. Ia mengaku beberapa kali harus membeli air galon ketika musim kemarau tiba.
Warga lainnya, Suhartini, juga menyampaikan keluhan serupa. Menurutnya, sejak dua tahun terakhir debit air di sumur rumahnya makin berkurang. “Kami tidak tahu bagaimana perusahaan mengambil airnya. Tapi kami yang merasakan dampaknya,” ujarnya.
Koordinator pemantauan masyarakat, H. Sugeng Samiaji, menilai persoalan ini tidak bisa dianggap sepele. Ia mendesak pemerintah daerah dan kementerian terkait untuk melakukan audit menyeluruh terhadap izin dan aktivitas pengambilan air PT Tirta Investama.
“Publik perlu tahu dari mana sumber air itu diambil, berapa volume yang diolah, dan apakah sesuai izin. Jika tidak sesuai, harus ada tindakan tegas,” kata Sugeng.
Selain persoalan air, warga juga menyoroti dampak aktivitas logistik perusahaan. Truk-truk pengangkut produk Aqua yang melintas setiap hari dinilai telah mempercepat kerusakan jalan desa. “Aspalnya retak, berdebu kalau panas, becek kalau hujan. Kami yang menanggung akibatnya,” keluh Suhartini.
Pemerintah Kabupaten Pasuruan hingga kini belum memberikan penjelasan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan disebut masih menunggu laporan evaluasi teknis dari lapangan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Oktober 2025 terdapat lebih dari 4.700 izin pengusahaan air tanah di Indonesia, termasuk untuk industri air minum dalam kemasan. Namun, pengawasan terhadap izin tersebut dinilai masih longgar. Banyak perusahaan hanya melaporkan volume pengambilan air secara administratif tanpa verifikasi lapangan yang rutin.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan lemahnya kontrol pemerintah terhadap eksploitasi sumber daya air. Air tanah yang seharusnya menjadi milik publik justru berpotensi dikuasai secara berlebihan oleh korporasi besar.
“Air bukan sekadar bahan baku industri, tetapi sumber kehidupan. Jika pengelolaannya tidak transparan, masyarakat yang pertama dirugikan,” tegas Sugeng.
Hingga berita ini diterbitkan, manajemen PT Tirta Investama belum memberikan tanggapan resmi. Publik kini menunggu langkah konkret pemerintah dalam memastikan kegiatan industri berjalan sesuai izin dan tidak menimbulkan kerugian ekologis maupun sosial bagi warga Pasuruan.
(Red)
