Notification

×

Iklan

Larangan Penayangan Eksklusif Investigasi pada Draft RUU Penyiaran Dianggap Sebagai Pembungkaman Pers

12 Mei 2024 | Mei 12, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-12T15:33:09Z
Ilustrasi kebebasan pers. Foto: ist


Jakarta - Larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi pada draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru dikritik oleh beberapa organisasi jurnalis. Salah satunya yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.


Sekjen AJI Indonesia Bayu Wardhana menilai aturan itu merupakan bentuk pembungkaman pers. "Klausul ini dinilai dapat mengancam kebebasan pers. Pasal ini membingungkan. Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi?" kata Bayu, Minggu (12/5/2024)


Masih menurut Bayu, aturan itu menyiratkan pembatasan publikasi karya investigasi. Sebab itu, dia menilai aturan tersebut menjadi bentuk upaya pembungkaman pers.


"Tersirat ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran. Sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata," imbuhnya.


Selain itu, Bayu juga mengkritik aturan penyelesaian sengketa jurnalistik di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dia mengatakan aturan dalam RUU Penyiaran itu akan menyebabkan tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang telah mengatur bahwa penyelesaian sengketa pers dilakukan oleh Dewan Pers.


Konsekuensi lain dari perluasan dalam revisi UU Penyiaran adalah kewajiban produk jurnalisme penyiaran untuk tunduk pada aturan Komisi Penyiaran Indonesia. Hal ini dinilainya dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan. Sebab, imbuhnya, selama ini produk jurnalisme diatur dan diawasi oleh Dewan Pers sebagaimana mandat Undang-Undang Pers.


"Draf RUU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik," lanjut dia.


Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan melalui keterangan tertulisnya menyebutkan jika rencana revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. IJTI menyayangkan draf revisi UU Penyiaran disusun tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers.


Herik menuturkan Pasal 50 B ayat 2 huruf C pada draf revisi UU Penyiaran melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi tersebut akan menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan.


IJTI memandang pasal tersebut telah menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan. Pertanyaan besarnya, mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi? Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik, maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigasi disiarkan di televisi," ujarnya. (tim)

×
Berita Terbaru Update