-->

Notification

×

Indeks Berita

Pemilik Indekos di Wirogunan Merasa Dipojokkan, Praktisi Hukum Ingatkan Satpol PP Tak Bertindak Sewenang-wenang.

12 Nov 2025 | November 12, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-12T02:30:34Z



Smashnews, Kota Pasuruan — Pemilik salah satu rumah indekos di Kelurahan Wirogunan, Kota Pasuruan, mengaku diperlakukan tidak adil dalam proses penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) beberapa waktu lalu. Ia menilai langkah petugas dilakukan tanpa prosedur yang jelas dan dengan cara yang kurang sopan.


Pemilik kos itu mengatakan dirinya merasa dipojokkan dalam pertemuan pembahasan tindak lanjut di kantor kelurahan. Ia merasa tidak diberi ruang untuk menjelaskan situasi sebenarnya.


“Saya merasa dipojokkan dan tidak diberi kesempatan menjelaskan. Saat penertiban, petugas datang mendadak tanpa pemberitahuan, bicara dengan nada tinggi, dan membuat anak-anak kos ketakutan,” ujarnya, Selasa, 12 November 2025.


Beberapa penghuni kos membenarkan suasana tegang saat penertiban berlangsung. Mereka berharap aparat bisa bersikap lebih sopan dan komunikatif dalam menjalankan tugasnya.


Lurah Wirogunan, Fitriya, menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut pemilik kos telah menyampaikan permintaan maaf dan menyatakan kesiapannya untuk segera mengurus izin pemondokan.


“Pemilik kos sudah meminta maaf dan akan mengurus izin sesuai ketentuan. Kami akan membantu pendampingan agar prosesnya berjalan baik,” kata Fitriya.


Hal senada disampaikan Roy Sidharta Wijiyanto, salah satu petugas Satpol PP yang hadir dalam pertemuan itu. Ia menyebut pihaknya telah menerima klarifikasi dari pemilik kos.


“Sudah ada pertemuan dan pihak pemilik kos menyampaikan permintaan maaf serta siap mengurus perizinan,” ujarnya.


Praktisi hukum Ridwan Vatarudin, S.H., menilai tindakan aparat yang terkesan arogan perlu menjadi perhatian serius. Ia menegaskan bahwa penegakan peraturan daerah harus tetap mengedepankan prosedur hukum dan etika pelayanan publik.

“Satpol PP memang berwenang menertibkan pelanggaran perda, tetapi kewenangan itu tidak boleh digunakan secara sewenang-wenang. Jika dilakukan tanpa dasar hukum atau dengan cara yang menimbulkan ketakutan, bisa dianggap melampaui kewenangan,” ujarnya.


Menurut Ridwan, selain berpotensi melanggar disiplin ASN, tindakan aparat yang disertai kekerasan verbal atau pemaksaan masuk ke properti warga tanpa izin yang sah juga bisa menimbulkan implikasi pidana, tergantung pada bentuk perbuatannya.


“Jika dalam penertiban terdapat unsur pemaksaan atau ancaman, hal itu dapat dikaji dalam konteks Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan tidak menyenangkan atau Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat,” ujarnya.


Ridwan menjelaskan, Pasal 421 KUHP menyebut bahwa pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu dapat diancam pidana penjara hingga dua tahun delapan bulan.

“Ini bukan tuduhan, tapi bentuk kehati-hatian agar aparat memahami batas kewenangan. Semua tindakan pemerintah harus berbasis hukum, bukan sekadar perintah lisan atau interpretasi sepihak,” jelasnya.


Selain itu, tindakan petugas yang melakukan pemeriksaan atau masuk ke area privat tanpa surat tugas resmi juga bisa dinilai melanggar hak atas privasi yang dilindungi oleh hukum.

“Dalam konteks hukum modern, pelanggaran privasi warga bisa digugat secara perdata atau dilaporkan ke Ombudsman. Jadi, aparat perlu berhati-hati agar penegakan aturan tidak berubah menjadi pelanggaran hukum,” katanya.


Ridwan menambahkan, Satpol PP perlu memperkuat pendekatan persuasif dan humanis dalam setiap kegiatan penertiban.

“Penegakan hukum harus membuat masyarakat merasa aman, bukan takut. Tugas Satpol PP adalah menertibkan dengan cara beradab, bukan menekan,” ujarnya.


Pihak Kelurahan Wirogunan berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara baik melalui komunikasi terbuka antara pemilik kos dan aparat.

“Kami ingin situasi tetap kondusif. Semua pihak perlu saling menghormati agar hubungan di lingkungan terjaga dengan baik,” kata Fitriya.


Kasus di Wirogunan ini menjadi pengingat penting bahwa penegakan aturan harus diimbangi dengan penghormatan terhadap hak-hak warga. Pemerintah daerah diharapkan tegas menegakkan hukum, namun tetap menjunjung nilai keadilan, etika, dan kemanusiaan.


Penulis : Rah


Catatan redaksional:

Bagian tentang potensi pidana disusun dalam konteks analisis hukum bersifat umum, bukan tuduhan. Frasa seperti “berpotensi”, “dapat dikaji”, dan “dalam konteks Pasal…” memastikan teks tetap aman dari UU ITE Pasal 27 ayat (3) dan Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 (asas praduga tak bersalah)

×
Berita Terbaru Update